google-site-verification: google79160b4318c1407b.html Cerita Kehidupan : Akibat Sumpah Serapah | goresan dari hati -->

Inilah Saya

Name

Email *

Message *

Tuesday, 8 March 2016

Cerita Kehidupan : Akibat Sumpah Serapah


"Sebuah penyerahan yang masih sering teringkari"

Perawat cantik itu menyerahkan hasil lab dengan senyum merekah,
"Selamat ya bu....hasilnya positif..."
"Alhamdulillah....terima kasih ya Sus, akhirnya....." ingin rasanya berlari mengelilingi puskesmas saking senangnya, maklum setelah 3 bulan menikah, hampir tiap bulan aku berharap telat, tapi selalu gagal, baru dibulan keempat si "bulan" benar-benar absen, dan dengan tak sabar aku bergegas ke puskesmas memeriksanya, tentu saja didampingi suami tercinta yang segera memelukku sambil membisikkan kata selamat, maklum ini bukan pengalaman pertama baginya, beliau telah memiliki tiga jagoan dari pernikahan pertamanya yang berujung; perpisahan, . Hari-hari berlalu penuh bahagia, walai didera morning sickness dan lemas, aku tetap menjalani tugasku sebagai anggota panitia pemungutan suara didesaku meski sebatas menginput data dan membuat laporan plus tugas rumah tangga lain meski kubatasi, karena ipar dan kakak- kakakku wanti-wanti agar aku menjaga kandunganku, semua kujalani dengan bahagia.

Sore beranjak senja, ketika suamiku duduk disampingku dan mengelus rambutku
"Nanti malam kondangan yuk...."
"Boleh.. .jawabku penuh semangat, soalnya ngidam, aku jadi kecanduan jalan-jalan apalagi ke pesta, "Tapi ajak Lidan ys...kasian dia jarang jalan-jalan" usulku, teringat jagoan nomor tiga yang jarang banget kami ajak jalan, maklum meskipun aku tinggal dengan mereka, namun ia dekat dengan mertuaku, meski sekali-sekali tidur denganku dan ayahnya, tapi saat ini aku ingin agar kami sedapat mungkin bersama, mengingat sekarang aku mengandung adiknya, sekalian mengasah naluri keibuanku.
"Oke....sana siap-siap, biar kita tidak kemalaman..." ujar suamiku, aku beranjak, tak lupa menyeruput kopi soreku dan segera berkemas.

Hiruk pikuk pesta diiringi tabuhan musik dangdut khas kampung yang dibawakan biduan electone menambah semangatku, memasuki kawasan pesta, malam itu aku mengenakan kebaya merah kesayanganku, pemberian salah satu atasanku saat masih aktif di dunia pemberdayaan masyarakat, dipadu kerudung merah dan sarung sutra pokoknya aku ingin tampil sebaik mungkin malam itu, sambil menggandeng tangan mungil Lidan diapit ayahnya, rasanya bangga sekali memiliki mereka, kami makan dengan tenang tak?
> berbasa basi dengan tamu lain, dan kembali kerumah setelah tahu terlebih dahuli sejenak menyaksikan liukan erotis yang disuguhkan
"Beginilah goyangan elekton, tarik..."
hiburan malam itu, meski sedikit risih tapi harus kuakui kebolehan mereka mengolah suara sambil bergoyang peluh bercucuran tak menyurutkan semangat mereka bernyanyi bahkan dalam medley yang panjang sekalipun, kulirik suamiku yang juga ternyata sedang sibuk melayani ketiga putranya, karena kedua kakak Lidan malam itu turut ikut, tapi hanya menonton electone di luar kawasan; pesta yang dikelilingi pembatas bambu yang dianyam sedemikian rupa, aku tersenyum, mereka sedang asyik menikmati tela-tela jajanan berupa singkong yang dipotong kecil-kecil lalu digoreng dan ditaburi bumbu, suamiku membagi seadil mungkin untuk mereka,sekali-sekali mencomot untuk dirinya sendiri, hal itu merupakan pemandangan indah buatku,kebersamaan mereka sangat menyentuh, seorang pria kekar dengan tiga bocah yang mungil-mungil, sedang menikmati tela-tela bersama, rasa haru menelusupi hatiku, kuelus perutku, nak, kamu punya empat pria yang akan menjagamu kelak.....batinku.

Malam beranjak larut, tapi bunyi electone dipesta itu masih terdengar riuh hingga kerumah kami, bahkan musiknya makin menghentak, maklum kian larut biasanya para biduan semakin berani goyangannya, bahkan kata orang- orang mereka kadang membuka pakaian luarnya dan menerima saweran dari penonton yang ikut berjoget, istilahnya didaerah kami adalah "candoleng-doleng" walau setahuku pertunjukan seperti ini dilarang, namun ada saja yang berani melanggarnya,
"Assalamu Alaikum....." Zein ponakan suamiku memasuki ruang tamu," nonton yuk Om..." ajaknya pada suamiku yang sedang asyik dengan game catur dilaptop,
"Boleh, tapi jangan kelamaan ya....." jawab suamiku, beranjak menuju kamar, dimana aku siap-siap menunaikan shalat Isya sambil mendengarkan percakapan mereka, tiba- tiba jantungku berdebar, terbayang liukan tubuh biduanita electone yang memikat, suamiku masuk, bergegas mengambil jaket.
"Sayang, aku boleh nonton gak? , tidak lama kok, temani Zen saja, namanya juga anak muda" pamitnya dengan senyum, tapi bukannya membalas senyumnya dan memberi izin, aku malah memberengut, membelakanginya, hmmmm...alasan saja, padahal mau liat biduan- biduan seksi itu! batinku penuh buruk sangka, aku mendesah
"Pergi saja, mudah-mudahan tidak adaji yang berdarah!" Tukasku dengan cukup keras, bukan rahasia lagi, kalau setiap ada perhelatan seperti itu ada saja kericuhan yang berbuntut pertumpahan darah, walau sebenarnya aku terlalu berlebihan mengucapkan kata-kata itu, suamiku hanya memandang heran, lalu menukas dengan sedikit keras
"Kalau tak izinkan tak usahlah bilang begitu! Kata itu do'a lho!" Lalu berlalu, aku meneruskan shalatku yang tertunda, lalu untuk menenangkan hati kuteruskan dengan tadarus, terselip sesal dalam hatiku mengucapkan kata-kata itu, sementara itu deru motor Zein kudengar menjauh, kulipat sajadah lalu keluar, rencananya mau minta maaf, tapi suamiku nampak lelap disofa ruangan tamu, kucoba bangunkan tapi ia tak bergeming, sepertinya masih kesal, akupun berlalu, lagi-lagi dongkol, hmmmm....padahal sudah mau minta maaf, yah.. .sudahlah! Batinku murung dan segera membaringkan tubuh yang penat, sesaat kemudian aku terlelap, hingga jelang dini hari, aku merasakan tubuhku diselimuti seseorang, kali ini aku yang tak bergeming...ngambek ceritanya, dan malampun berlalu, kami lalui dalam diam.

Jelang subuh aku terbangun, membenahi data pemilih yang harus diinput dikecamatan bersama perbaikannya, lalu shalat subuh dan sarapan seperti biasa, menyelesaikan cucian dan bersih-bersih, langit oktober biru dengan surya yang hangat mengiringi aku diantar suami dengan motor menuju kantor kecamatan, pelan motor tua itu menyusuri jalanan berbatu yang penuh lubang, sesekali kuingatkan agar berhati-hati mengingat kandunganku, kamipun sampai, kantor kecamatan yang bergandengan dengan kantor panitia pemilihan kecamatan nampak masih sepi, aku turun dan suami pamit untuk suatu keperluan, rencananya setelah keperluanku selesai, ia akan menjemputku, aku setuju
"Nanti kusms....." ujarku sambil mencium tangannya, iapun berlalu dan aku memasuki kantor, berhubung yang diajak janjian belum datang aku duduk-duduk di pelataran sambil membuka hp, ups...pulsaku habis, duh gimana caranya supaya bisa komunikasi? Batinku cemas, tapi kembali lega, saat ingat dibelakang kantor ada warung yang juga menjual pulsa, akupun bangkit, mengangkat ransel berisi laptop dan berkas lainnya ke punggungku, hmm....lumayan berat, maklumlah biasanya yang panggul nih barang adalah suamiku , apalagi saat tahu kalau aku sedang hamil, kulangkahkan kaki menuju warung tersebut @dan membeli keperluanku termasuk pensil warna pesanan tiga jagoanku, dengan lega kembali kekantor, kuselonjorkan kaki setelah terlebih dahulu meletakkan ransel, kuraih asebotol air minum dingin yang juga kubeli tadi, Gluk.....hmmm...segar....udara panas begini, tapi mendadak, deg! terasa yang hangat dibawah sana, tiba- tiba aku cemas, coba mereplay apa saja yang sudah kulakukan pagi ini, menuntaskan rasa penasaranku, aku menuju kamar mandi, dan benar saja kekhawatiranku terbukti, beberapa tetes darah nampak menodai pakaian dalamku, oh Tuhan....yang kutakutkan terjadi! Gemetar langkahku menuju kursi, air mataku merebak....ya Allah..inikah yang namanya pendarahan? Apakah aku keguguran? Apakah aku akan kehilangan calon bayiku, bisa kurasakan cairan itu semakin lama semakin banyak, seiring air mataku yang mengalir deras, untunglah kantor masih sepi waktu itu, hati-hati aku melangkah menuju kursi dan meringkuk disana, gemetar kuraih ponsel dan menghubungi suamiku.
"Kanda dimana?"tanyaku, terdengar nama suatu tempat dan sahutan khawatir suamiku.
"Sudah selesai urusannya?" Aku terisak.
"Ada darah kanda......" aku nyaris tak mampu mengungkapkan keadaanku yang jelas telepon ditutup dan lima menit kemudian suamiku sudah ada dihadapanku, memapahku setengah menggendong menuju motor dan melaju ke pusat kesehatan terdekat, untunglah ada puskesmas disekitar tempat itu, bisa kusaksikan wajah tegang suamiku saat mendaftar dan mengantarkanku keruang periksa, pertolongan pertama segera dilakukan, termasuk memasang infus, dan pemeriksaan urine, yang hasilnya masih positif artinya si calon janin masih aman dalam rahimku, aku lega kuusahakan menenangkan diri sambil menyimak petunjuk dokter pada suamiku untuk segera menebus resep obat penguat kandungan untukku.
"Jangan sampai terlambat ya pak...." sayup kudengar "warning" itu, suamiku mengangguk, tersenyum padaku, menuju ketempat tidur, mengecup keningku, air mataku kembali merebak
"Tenang sayang....kupergi dulu cari obatnya, aku mengangguk, kugenggam tangannya.
"Hati-hati.. ." Bisikku lirih, membayangkan ramainya lalu lintas diluar sana yang akan dilaluinya dalam keadaaan kalut

Hujan deras diluar sana, gemerisiknya sampai terdengar diruangan perawatan Gawat Darurat tempatku berbaring, puskesmas ini kecil tapi sejuk dan bersih, sementara itu darah terus mengalir membasahi seprei, bagian perut bawahku terasa sakit, kusemptkan menyeruput susu kotak dengan sedotan yang dibawakan iparku, aku masih berbaring telentang, tak berani bergerak, tiba-tiba...ponselku
berdering, sma masuk "sayang, aku sudah keliling makassar, tapi stock obat itu habis, tapi sudah dapat alternatifnya..." aku tergugu, , hujan-hujan begini, dia masih berbasah- basah untukku, teringat pertengkaran kami semalam, aku bahkan menyumpahinya, dengan kata-kata "melihat darah" inikah balasannya??" Akhirnya aku sesenggukan, ampuni aku Ya Allah, maafkan aku suamiku...maafkan lisan yang tak terjaga ini......ratapku, air mataku luruh, hujanpun makin deras dan dibawah sana cairan hangat itu semakin memerah, darah..darah....banyak darah.....

Sore menjelang ketika suamiku masuk dalam keadaan kuyup, kupeluk dia erat-erat, kubisikkan maaf ditelinganya, dia mengangguk maklum,
"Kamukan lagi tidak stabil sayang...." bisiknya sambil membetulkan kerudungku yang kusut masai " yang pentingkan sekarang minum obatnya" sambungnya, aku mengangguk, walau jauh dilubuk hatiku, harapanku sudah pupus, sudah terlaliu banyak darah yang keluar bahkan baju pink yang kupakai hari ini telah memerah bagian bawahnya, tapi tetap saja obat itu kuminum, kasian...susah; payah ia mencarinya di tengah hujan.

"Maaf Bu, sayang sekali kehamilan ibu tidak bisa dipertahankan...." tenang bidan itu memberi kabar tentang hasil pemeriksaan urine pagi itu, aku hanya mengangguk, berusaha tersenyum.
"Kalau boleh tahu, kira-kira berapa umur calon janin saya...?" tanyaku, masih dengan perasaan tak karuan.
"Enam minggu Bu....Insya Allah ada kesempatan kedua Bu, ibu masih muda dan baru juga 4 bulan menikah..." hiburnya, aku hanya mengangguk, mengucapkan terima kasih dan melangkah lesu keluar ruangan dibimbing suamiku rasa ngilu akibat infus ditanganka tak kurasakan lagi, ingin rasanya menampar mulut ini yang tak pandai menjaga lisan, ingin sekali memukuli tubuh ini yang tak pandai menjaga diri, pagi merangkak menuju siang, tiba-tiba aku lelah...sangat lelah.

Gerimis mengantarkanku pulang kerumah, melalui jendela taksi kupandangi tubuh kokoh itu yang sedang konsentrasi membelah macetnya batas kota, tapi sekilas senyumnya merekah dibalik kaca helm, ketika melihatku melambai, ah, suamiku....pria sederhana yang dilahirkan untukku, maafkan aku........

Itulah kisahku, seorang istri yang terlalu murah bersumpah serapah bahkan pada suaminya sendiri, sehingga Dia Maha menunjukkan hukumannya dengan sejelas-jelasnya....semoga tak terjadi lagi....

Sebuah kisah diakhir Oktober

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (QS. Az-Zalzalah : 7-8)"

Ibu rumah tangga dan waktu luangnya

Powered by Blogger.